BERSIKAP kritis atau berani berdebat di era Orde Baru dengan di era Reformasi, sungguh berbeda. Pada era Orba, mereka yang bersikap kritis justru dimarjinalkan. Umpamanya, mantan Ketua MPR Prof Dr Amien Rais. Pengalaman menarik dialami As'ad Said Ali, penulis buku Negara Pancasila, Jalan Kemaslahatan Berbangsa (LP3ES, 2009). Setelah sekitar sepuluh tahun tidak berjumpa, pada awal 1980-an Amien Rais menanyakan kepada As'ad, apakah sudah mengikuti penataran P4 (Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila) dan berada di ranking berapa? Ketika dijawab As'ad sudah, dan mendapat ranking baik, Amien Rais menukas: "Kalau begitu kamu lebih hebat dari saya, karena saya ranking paling bawah," kata Amien menyindir. Di buku ini secara gamblang juga dibeberkan pergulatan batin dan intelektualitas KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) sebelum akhirnya menerima Pancasila sebagai azas tunggal. Sikap Ketua PBNU tiga periode yang menerima Pancasila sebagai azas tunggal itu tidak hanya mengundang pro-kontra di kalangan nahdliyin, tapi juga para cendekiawan Muslim di mancanegara. Itulah sekelumit kisah menarik yang dicuplik dari buku Negara Pancasila karya As'ad Said Ali (60). Pria kelahiran Kudus, yang dilahirkan dari keluarga pesantren itu semasa kuliah di Fakultas Sospol UGM juga nyambi nyantri di Pesantren Krapyak. Selepas kuliah dari UGM pada 1974, dia mengabdi di Badan Intelijen Negara (BIN). Sejak 2001-sekarang dia dipercaya sebagai Wakil Kepala BIN. Lewat buku ini As'ad tidak hanya merunut dari awal terumuskannya Pancasila hingga perjalanannya melalui Demokrasi Terpimpin-nya Bung Karno; Orba-nya Pak Harto; sampai dengan era "reformasi" sekarang ini, tapi juga mencoba meyakinkan akan pentingnya Pancasila dewasa ini. As'ad berusaha keras menjelaskembangkan pengertian Pancasila tidak hanya sebagai ideologi dan dasar negara, tapi juga membahas kaitan di antara Pancasila dengan Agama, menjelasjabarkan sila-silanya, bahkan menjelaskan secara rinci ideologi-ideologi lain yang "mengepung" Pancasila. Pendek kata, buku ini tidak hanya mencoba mengembalikan "citra Pancasila", tapi juga berusaha membuktikan pentingnya Pancasila bagi kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini maupun di masa akan datang (KH A Mustofa Bisri, dalam pengantarnya berjudul Pancasila Kembali).